Terlepas dari pertanyaan siapa yang terkena, kebutuhan” atau fungsi apa yang dijalani oleh olahraga? Bila olahraga sebenarnya merupakan suatu lembaga, apa akibat atau fungsi dari “penyaluran” nya? Dan, untuk nilai-nilai atau tujuan-tujuan apa menyalurkan aktivitasnya ditujukan?
Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini bergantung pada isi keyakinan olahraga maupun pada hubungan antara isi ini dan bagian-bagian lain warisan budaya Amerika. Dalam arti langsung, aktivitas olahraga tak menghasilkan analog-analog komoditas materi, katakan, untuk produksi mobil General Motors. Mungkin dikatakan bahwa aktivitas olahraga menghasilkan hiburan bagi penonton dan penghasilan bagi para pelatih dan bagi para atlet di tingkat profesional. Namun gambar-gambar bergerak juga memberikan hiburan seperti rekaman fonograf, theater langsung, dan pertunjukan kesenian. Namun, hanya jarang salah satu dari komponen lain “industri hiburan” ini melebihi olahraga dalam hal kesetiaan “fanatik” yang didukung dan loyalitas yang diperintahkannya dari banyak anggota masyarakat. Jadi, Beisser menunjukkan suatu karakteristik menyolok para penggemar olahraga :
Orang mungkin menjelaskan kemauan para penggemar untuk membayar pertandingan olahraga mereka – dan mereka membayar dengan bagus – atas dasar hiburan. Namun hiburan sendiri menerangkan para penonton yang mau menahan cuaca buruk dan pengorbanan pribadi untuk kepentingan olahraga, misalnya, penggemar New York Mets yang tetap mendukung tim mereka dalam pertunjukan baseball yang paling menyedihkan? Atau pengacauan yang menyertai pertandingan Stanley Cup dalam Hockey es? Jelas orang harus melihat lebih dalam daripada hiburan sederhana untuk memahami loyalitas penggemar, dan kemauan untuk berkorban....
Dan meskipun beberapa orang pelatih dan para atlet terkemuka sering menerima gaji yang sangat besar, dalam bidang apapun selain olahraga semua kecuali sedikit gaji yang sangat tinggi itu juga akan dianggap umumnya sebagai tidak cukup - asalkan keamanan pekerjaan sebenarnya tidak ada dan bahwa risiko tinggi luka serius terlibat. Namun para penggemar terus memenuhi fasilitas atletik, kadang-kadang membayar harga yang fantastis, untuk melihat tim-tim atau para individu yang sangat dihormati saling berhadapan. Dan tak ada kekurangan kemauan para partisipan. Sebenarnya, lebih dari satu juta setengah atlet amatir setiap tahun – dari liga-liga kecil naik melalui olahraga perguruan tinggi dan semi profesional – benar-benar risiko hidup dan sesuatu yang berbahaya untuk upah nominal atau tanpa upah finansial apapun. Harus ada sesuatu yang lebih terlibat di sini daripada hanya “hiburan” – atau bahkan penciptaan posisi pekerjaan tambahan atau kesempatan untuk kemajuan pendidikan.
Dalam mencari-cari “sesuatu yang lebih” ini – karakteristik olahraga kualitatif tambahan ini, mari kita ingat acuan sebelumnya untuk pernyataan dari Loy dan Kenyon :
...para sosiolog [di Uni Soviet] yang bekerja dalam konteks Marxis...menganggap produk-produk akhir [olahraga] tertentu dibuat secara implisit, yaitu, pembentukan berbagai lembaga sosial untuk memudahkan pencapaian akhir suatu masyarakat komunis.
Demikian pula, pengamatan-pengamatan di bawah dari Peking Review menunjukkan bahwa orang Rusia tidak sendirian dalam kepercayaan mereka pada kemampuan olahraga yang bersifat mendukung secara sosial dan politik :
Menjunjung tinggi bendera merah besar pemikiran Mao Tsetung, Ni Chih-chin telah berlatih dengan sungguh-sungguh selama bertahun-tahun dengan ketekunan yang tak ada taranya, yang menunjukkan semangat revolusioner... Rencana latihannya didapatkan di bawah bimbingan Pemikiran Mao Tsetung... maka saat untuk mengeraskan revolusioner akan... naik dan lebih dari tanda 2,22 meter – suatu rekor nasional baru... Malam hari itu dia memecahkan [rekor], dia membuka lagi bukunya Selected Works of Mao Tsetung dan membaca keras-keras : “Untuk memenangkan kemenangan di seluruh negara hanyalah langkah pertama dalam suatu long march puluhan ribu mil...”
Di Amerika, tentu saja, arti olahraga ditafsirkan dalam konteks warisan sosial dan politik khusus. Karenanya, Jenderal Douglas MacArthus terakhir menggemakan suatu sentimen terkenal ketika dia mengatakan olahraga :
Ini adalah pembentuk karakter yang penting sekali. Mencetak pemuda negeri kita untuk peranan mereka sebagai penjaga republik. Ini mengajarkan kepada mereka untuk cukup kuat mengetahui mereka adalah lemah, dan cukup berani menghadapi diri sendiri ketika mereka takut. Mengajarkan kepada mereka untuk bangga dan keras hati dalam kekalahan yang jujur, namun rendah hati dan lemah lembut dalam kemenangan... Memberi mereka keunggulan keberanian atas sifat takut-takut, dari keinginan besar untuk petualangan atas cinta ketenteraman. Ayah dan ibu yang akan membuat anak-anak mereka menjadi orang harus menyuruh mereka berpartisipasi dalam [olahraga].
Dengan adanya kesanggupan olahraga eksplisit dan penuh seperti yang dipandang dari masing-masing dari tiga perspektif sosial politik di atas – Marxisme-Leninisme gaya Rusia, Maoisme, dan, untuk keinginan akan suatu konsep yang lebih tepat, Amerikanisme – mungkin dianggap (1) bahwa kebanyakan aktivitas olahraga memiliki beberapa, bila ada, sifat signifikan yang hakiki dan tidak berlainan secara sosial atau secara politik (2) dan bahwa sifat-sifat yang dimiliki aktivitas-aktivitas demikian cukup “likuid” untuk cukup cocok dalam banyak nilai dan tradisi budaya yang bermacam-macam dan bahan bertentangan.
Sekarang, saat deretan aktivitas fisik manusia yang mungkin barangkali sungguh luas, ada batas-batas yang meskipun demikian dalam hal ini ditentukan oleh struktur anatomi dan fisiologi umat manusia sebagai suatu spesies dan oleh pengaruh pembatas lingkungannya, misalnya, gravitasi. Jadi, gerakan khusus apapun adalah relatif cepat atau lambat, individu manapun relatif kuat atau lemah, dan seterusnya. Semua usaha keras termasuk, dalam arti sesungguhnya, hanya koordinasi dan/atau penggunaan gerakan tubuh, kekuatan, kecepatan, dan ketahanan terhadap tujuan menyelesaikan suatu tujuan khusus; sifat-sifat pokok sebenarnya ini adalah di dalam dan dari diri mereka sendiri netral. Mereka hanya termasuk di dalam atau diluar kemampuan fisik setiap individu. Dalam olahraga, suatu harga tinggi dibebankan untuk menekan batas-batas atas kemampuan fisik manusia. Untuk ini, aktivitas olahraga biasanya tepat suatu harga dari atlet dalam hal penggunaan fisik jauh melebihi “harga hakiki” tujuan dekat yang diselesaikan (misalnya, melompat melebihi sebuah palang setinggi tujuh kaki sendiri tidak mengarahkan nilai konkrit – dan mungkin, sebenarnya, menghasilkan suatu bentuk luka). Maka prestasi dalam olahraga adalah pengecualian de facto dalam hal kualitas maupun tujuannya relatif terhadap upaya-upaya fisik “normal” yang diperlukan orang dalam kebanyakan masyarakat dalam memenuhi tanggung jawab peranan mereka dari hari ke hari. Ini, kualitas yang relatif luar biasa dari persyaratan fisik yang terlibat dalam aktivitas olahraga yang merupakan kunci pertama untuk fungsi-fungsi olahraga sebagai suatu lembaga.
Semua masyarakat harus memecahkan masalah dasar mengatur perilaku manusia dan mengarahkan upaya-upaya. Dalam setiap masyarakat, “cetak biru budaya” dikembangkan yang menyatakan norma-norma ideal yang sudah jelas kebenarannya dan mutlak yang khususnya sangat plastis dan tidak khusus dalam hal aplikasi terperinci. Terutama dalam masyarakat yang sangat heterogen, di mana ketergantungan telah semakin bergeser dari bentuk kendali sosial primer ke sekunder, tekanan untuk mengatur dan mengkoordinir nilai dan perspektif penggerak dalam interaksi manusia dan pemecahan masalah dari hari ke hari adalah tidak boleh tidak. Cetak biru budaya demikian khususnya meliputi suatu definisi tentang warganegara yang “baik” dan maka menentukan batas-batas pada perilaku dan tujuan yang dapat diterima.
Dengan memasukkan pengecualian, namun netral “pada hakekatnya”, aktivitas fisik dengan nilai-nilai yang signifikan secara sosial, masyarakat memperkuat sentimen-sentimen umum mengenai perspektif dan perilaku yang dapat diterima. Maka mereka membuat jalan untuk berkomunikasi dengan khalayak ramai nilai-nilai yang berfokus pada solusi-solusi untuk masalah-masalah kritis, kebanyakan khususnya yang meliputi kebutuhan akan integrasi masyarakat dan pencapaian tujuan.
Ini akan diingat dari bab 3 bahwa aktivitas-aktivitas olahraga, dalam arti langsung, adalah tidak bermanfaat dalam produk namun bermanfaat dalam proses. Karenanya, perhatian sosial, secara resmi atau ideal, difokuskan pada kualitas kinerja dari mereka yang terlibat dalam olahraga sebagai para partisipan utama. Fokus pada presentasi “prestasi bermutu tinggi” ini, karakter “pengecualian” dari tuntutan fisik yang terlibat dalam prestasi keberhasilan berikut apapun dalam olahraga, dan adanya suatu sistem orientasi nilai bersama biasa untuk lembaga olahraga maupun masyarakat yang lebih besar digabungkan untuk menarik perhatian dan minat publik yang tersebar luas.
Jadi olahraga sangat ditandai oleh loyalitas dan komitmen yang tidak bermanfaat, dengan banyak perilaku yang diritualkan dan seremonial, dari simbolisme ekspresif, dan dari pernyataan keyakinan ideologis yang dibenarkan dalam hal nilai-nilai “terakhir” atau konsepsi-konsepsi terakhir dari kehidupan yang baik.
Singkatnya, olahraga pada dasarnya adalah suatu lembaga sekuler dan pura-pura religius. Bagaimanapun juga ini tidak merupakan suatu alternatif atau pengganti untuk keterlibatan religius yang keramat formal.
Atau apakah ini khususnya mendukung nilai-nilai yang bertentangan dengan persepsi umum dari badan-badan religius demikian. Namun, karena nilai-nilai sekuler yang signifikan secara sosial dimasukkan ke dalam aktivitas olahraga khususnya berakar sebagian besar dalam warisan religius dan moral masyarakat di mana aktivitas ini dikejar, nilai-nilai yang disebarkan melalui lembaga olahraga adalah (1) lebih bersifat tambahan dan melengkapi daripada berlawanan dengan doktrin-doktrin religius yang diadakan, dan (2) mereka menggunakan perhatian sekuler yang lebih secara langsung dari hari ke hari dari para anggota suatu masyarakat.
Bila penggolongan ini benar, orang akan mengira bahwa serangan apapun atas lembaga olahraga dalam suatu masyarakat khusus akan ditafsirkan secara luas (secara intuitif, bila tidak secara eksplisit) saat suatu serangan atas jalan hidup dasar masyarakat itu sebagai jelas dalam orientasi nilai yang ditekankannya melalui olahraga. Karenanya, suatu serangan atas olahraga merupakan suatu serangan atas masyarakat itu sendiri. Seperti yang akan kita lihat nanti, penafsiran ini ditegaskan oleh orang-orang yang mendukung maupun kritis tentang berfungsinya olahraga di Amerika. Pada pokok ini, bagaimanapun juga, cukup dikatakan bahwa terdapat lebih dari suatu derajat minimal hal yang masuk akal dalam suatu pernyataan tegas yang telah sering saya buat : “Bila ada suatu agama populer universal di Amerika ini ditemukan dalam lembaga olahraga”.
Untuk mengulangi pertanyaan maka, olahraga adalah suatu lembaga sosial yang memiliki fungsi primer dalam menyebarkan dan memperkuat nilai-nilai yang mengatur perilaku dan pencapaian tujuan dan menentukan solusi-solusi yang dapat diterima untuk masalah-masalah dalam bidang kehidupan sekuler. Fungsi-fungsi penyaluran dilakukan dalam suatu cara umum melalui lembaga religius (atau melalui penyebaran ideologi politik dalam masyarakat estetika) jadi diperluas dan didukung. Penyaluran ini mempengaruhi bukan hanya perspektif pada olahraga, namun, biasanya dianggap, mempengaruhi dan membantu dalam mengatur persepsi tentang kehidupan umum. Dan di dalam ini terletak signifikansi utama olahraga sebagai suatu lembaga.
Para pengamat lain telah menyetujui penggolongan umum olahraga ini. Misalnya, Boyle menyatakan :
Olahraga menyerap berapapun jumlah tingkat masyarakat kontemporer dan menyentuh dan secara mendalam mempengaruhi elemen-elemen yang berbeda seperti status, hubungan ras, kehidupan bisnis, desain otomotif, gaya pakaian, konsep pahlawan, bahasa, dan nilai-nilai etis. Untuk lebih baik atau untuk lebih buruk, ini memberikan bentuk dan substansi kepada banyak hal dalam kehidupan Amerika...
Dalam konteks pembahasan tentang olahraga sebagai suatu lembaga, kita menemukan beberapa fakta yang mendukung pernyataan sering bahwa olahraga bersifat “politik”, meskipun label ini khususnya disangkal oleh orang-orang yang bertanggung jawab atas pengendalian dan pengaturan aktivitas olahraga. Bila, sebenarnya, diagnosis kita sendiri untuk fungsi olahraga adalah benar, maka lembaga olahraga dan lembaga politik di Amerika berbagi sampai suatu derajat suatu fokus umum. Sementara itu, tidak seperti lembaga politik, olahraga tidak secara langsung terlibat dalam pelaksanaan politik, ia berbagi dengan negara fungsi menyebarkan dan memperkuat nilai-nilai yang berpengaruh dalam mendefinisikan cara-cara masyarakat dan dalam menentukan solusi yang dapat diterima untuk masalah-masalah, yaitu, tujuan-tujuan yang dicapai. Fakta bahwa olahraga sebagai suatu lembaga dimasukkan hanya dengan penyebaran nilai daripada pelaksanaan cara-cara yang pernyataannya perlu tidak menyimpang dari nilai-nilai ideal. Karena ini hanya dalam lembaga-lembaga yang memperhatikan aktualisasi nilai-nilai politik dalam masyarakat umum bahwa masyarakat yang bertanggung jawab karena terpaksa harus menunjukkan fleksibilitas dalam hal ideologi pembimbing mereka. Saat karakteristik lembaga olahraga ini membuatnya ideal sebagai kendaraan untuk penyebaran nilai, juga membuat lembaga tersebut rentan terhadap kritikan bahwa ini beroperasi secara konsisten dalam konser ideologis dengan hak politik. Sampai derajat kecenderungan politik orang-orang signifikan yang memegang jabatan pengendali dalam olahraga dapat dianggap sebagai petunjuk untuk sikap politik lembaga tersebut secara keseluruhan, ada suatu dasar empiris untuk pernyataan tegas bahwa olahraga bersifat politis maupun konservatif pada dasarnya. Misalnya, Walter Bayers, direktur National Collegiate Athletic Association, dalam NCAA News Letter April 1970 menulis sebuah editorial yang mendukung pendirian politik Wakil Presiden Spiro Agnew dan mencela mereka yang mengkritik jabatan politik konservatif Agnew. Juga ada beberapa fakta bahwa para tokoh politik yang lebih konservatif cenderung jauh lebih mendukung manfaat yang dinyatakan dari aktivitas olahraga. Max Rafferty, mantan Superintendent of Public Instruction Negara Bagian California dan umumnya dianggap pada kebenaran yang jauh dari politik, menyatakan bahwa :
Para pengritik sepak bola perguruan tinggi adalah kook, crumbum, dan commy...berbulu, bermulut keras, para pemuda dan pemudi di AS yang tingkah lakunya berlawanan dengan segala adat kebiasaan. Sepak bola adalah peran – tanpa membunuh. Para atlet memiliki semangat berjuang yang bersih dan cemerlang yang merupakan Amerika sendiri.
Demikian pula, dalam kolom permulaan tulisan Robert Lipsyte, “Olahraga Times”, dalam New York Times 7 Juni 1971, Wakil Presiden Spiro Agnew menyatakan :
Saya percaya bahwa olahraga, semua olahraga, adalah salah satu dari sedikit perekat yang menyatukan masyarakat kita bersama, salah satu dari beberapa aktivitas di mana orang-orang muda dapat mulai sepanjang jalur tradisional... di mana dia dapat belajar bagaimana untuk menang... dan bagaimana untuk kalah...
Suatu korelasi antara konservatisme dan antusiasme penggemar untuk olahraga ditunjukkan oleh Polling Gallup (dilaporkan oleh William A. Seevert dalam Chronicle of Higher Education, 25 Januari 1971, h.1) menunjukkan bahwa makin konservatif secara politik suatu daerah bangsa, secara keseluruhan, makin besar kepentingan yang dirasakan dalam olahraga. Dari para mahasiswa perguruan tinggi yang ditanyai di bagian barat dan timur Amerika Serikat yang relatif kosmopolitan, 57 persen di Timur kepentingan dalam olahraga yang dirasakan berkurang sampai 44 persen di Timur Jauh. Sebaliknya, hanya 39 persen mahasiswa di Barat Tengah dan, di Selatan yang lebih konservatif secara tradisional, hanya 35 persen kepentingan olahraga yang dirasakan semakin berkurang.
Fakta yang tidak lengkap ini memberikan beberapa hal yang masuk akal kepada gagasan bahwa olahraga sebagai suatu lembaga adalah konservatif dalam daya tarik menarik politiknya. Anggapan di sini adalah bahwa karakter politik olahraga yang ternyata hakiki di Amerika dan kekonservatifan daya tariknya terutama disebabkan oleh karakteristiknya sebagai suatu lembaga – meskipun konservatisme politik orang-orang yang memegang jabatan utama yang berhubungan dengan olahraga pasti mungkin menambah dan menyoroti sikap politik keseluruhan lembaga tersebut. Suatu hipotesis spekulatif tambahan, tentu saja, disebabkan oleh karakter politik konservatif olahraga seperti yang ditentukan oleh fungsi-fungsinya dalam masyarakat, ada suatu kecenderungan bagi mereka yang tertarik ke dalam olahraga dan memenuhi posisi penolong dan pengaturan untuk menganut filsafat politik konservatif. Meskipun anggapan ini pasti masuk akal, fakta yang meyakinkan dalam mendukung gagasan ini sekarang tidak ada. Kita akan menyelidiki pertanyaan tentang “konservatisme” dalam olahraga lagi nanti sehubungan dengan suatu analisis peranan pelatih.
Oleh Jhoni Lumba, S.Pd;M.Pd
0 komentar:
Post a Comment